Pages

Diberdayakan oleh Blogger.

TAUBAT


Dalam belantara kehidupan ini, episode demi episode kejadian datang dan pergi silih berganti. Tak jarang kita mengisinya dengan lumuran dosa, aib, dan kesalahan. Semuanya baru kita sadari tatkala teguran dari Allah telah kita rasakan. Entah itu berupa hati yang gersang, kehidupan yang terasa hampa, menjauhnya sahabat serta kerabat, dan sebagainya. Maka semoga Allah yang Mahatahu setiap aib, kejelekan, kekurangan, dan kemaksiatan yang kita lakukan menolong diri kita untuk berani mengakuinya. Karena orang tidak akan selamat kecuali dengan ampunan Allah. Hal ini tercantum begitu menggugah dalam doa yang dipanjatkan oleh Nabi Adam dan Siti Hawa, setelah mereka diusir dari surga akibat kesalahan yang mereka lakukan, "Ya Tuhan Kami, kami telah menganiaya diri kami sendiri, dan jika Engkau tidak mengampuni kami dan memberi rahmat kepada kami, niscaya pastilah kami termasuk orang-orang yang merugi." (QS. Al-A'raf {7}:23). Dosa-dosa yang telah kita lakukan, sungguh tidak akan membuat Allah SWT rugi sedikit pun. Tak akan berkurang kekayaan-Nya walau sebesar zarah pun. Dosa-dosa itulah yang justru akan menjerumuskan kita, akan menganiaya diri kita. Menghempaskan kita ke dalam jurang penderitaan dan kebinasaan. Sehingga, tanpa ampunan dari Allah atas semua dosa-dosa kita tersebut, sungguh kita akan merugi. Merugi di dunia, merugi di akhirat. Dengan demikian ampunan Allah adalah sesuatu yang mutlak kita butuhkan di dalam mengarungi belantara kehidupan ini.

Lantas bagaimanakah cara yang harus kita tempuh, agar ampunan itu dapat kita raih? Salah satu caranya adalah adanya penyesalan. Penyesalan ini hanya akan dirasakan oleh orang-orang yang tahu bahwa apa yang dia lakukan itu salah. Maka berbahagialah bagi orang-orang yang merasa dirinya banyak dosa. Jauh lebih baik dibanding dengan orang yang merasa dirinya banyak amal. Kalau orang sedih dan pilu melihat kejelekan dirinya sendiri, maka itu lebih utama dibanding dengan orang yang sombong, merasa optimis menjadi ahli surga. Sungguh rezeki terbesar dari Allah yaitu ketika kita mulai berani jujur melihat kekurangan diri sendiri. Jadi berhati-hailah apabila suatu saat kita melihat orang yang berdosa, kemudian ia menangis dan bertaubat. Jangan sekali-kali kita merendahkan orang tersebut. Karena itu lebih baik daripada ahli masjid tapi ujub dan takabur dengan amal-amalnya. Keinginan untuk bertaubat, adalah sebuah sambutan fitrah dari diri kita atas seruan Allah SWT yang tercantum indah dalam Al-Qur'an, "Dan bersegeralah kamu kepada ampunan dari Tuhanmu dan kepada surga yang luasnya seluas langit dan bumi..." (QS. Al-Imran {3}: 133). 1. Tingkatan orang yang bertaubat Taubat Orang AwamOrang yang awam bertaubat hanya untuk dosa-dosa besar seperti zina, membunuh, dan mencuri, sementara dia tetap melakukan dosa-dosa kecil. Dia hanya melihat kepada dosa-dosa besarnya dan meremehkan dosa-dosa yang dianggap kecil. Taubat Orang KhususOrang ini sudah bertaubat dari dosa-dosa kecil yang lebih halus. Dia bertaubat atas kedengkian kepada temannya, atau ketika dia merasa hebat karena memiliki kedudukan dan jabatan. Tatkala dia shalat tahajud sendirian dan tidak mau membangunkan orang lain karena ingin sholeh sendirian, maka dia bertaubat setelah menyadarinya. Taubat Orang Khusus bil Khusus Orang ini bertaubat bukan karena telah berbuat maksiat tapi karena lalai mengingat Allah. Walaupun dia sudah shalat dengan baik dan berjama'ah, tapi dia tetap bertaubat karena tidak melaksanakannya awal waktu. Begitupun dia merasa sedih tatkala tidak sempat shalat sunat. Dia menyesal karena tidak memberikan yang terbaik dalam beramal. Dia bertaubat karena tidak bisa menyempurnakan ladang amal yang sudah disediakan oleh Allah karena tidak mempersembahkan yang terbaik bagi pencipta-Nya. 2. Bagaimana kita bertaubat? MenyesalAdanya penyesalan setelah melumuri diri dengan dosa dan kenistaan, adanya penyesalan setelah berbicara kotor, penyesalan ketika mata melihat kemaksiatan, penyesalan tatkala menyakiti orang. menunjukkan adanya gejala-gejala taubatan nasuha (taubat yang sungguh-sungguh) . Karena orang yang tidak menyesal tidak termasuk bertaubat. Orang yang bangga dengan dosa-dosa yang pernah dilakukannya menunjukkan dia belum sungguh-sungguh bertaubat. Sebaiknya deraian air mata dan menggigilnya perasaan, merupakan ekspresi dari penyesalan yang mendalam. Minta ampun kepada AllahMinta ampun kepada Allah bisa dilakukan dengan istigfar, sebagaimana dicontohkan oleh Nabi Adam. Ataupun beristigfar sebagaimana dicontohkan oleh Nabi Yunus, ketika berada di dalam perut ikan di dasar laut pada kegelapan malam, akibat ia pergi dalam keadaan marah meninggalkan perintah untuk terus berdakwah kepada kaumnya. Ia menyeru kepada Allah, Tuhan Yang Maha Mendengar, "Bahwa tidak ada Tuhan (yang berhak disembah) selain Engkau. Maha suci engkau, sesungguhnya aku adalah termasuk orang-orang yang zalim." Tuhan pun kemudian mendengarkan doanya, menyelamatkannya dari kedukaan. Meminta ampun kepada Allah Rabbul Izzati memang harus dilakukan dengan sungguh-sungguh dari hati yang paling dalam. Inilah salah satu tanda-tanda orang yang sungguh-sungguh dalam taubatnya. Gigih untuk tidak mengulangiSetelah kita merasa menyesal, kemudian memohon ampun dengan penuh kesungguhan, maka langkah selanjutnya yaitu tidak mengulangi berbuat dosa. Jangankan melakukannya, berfikir ke arah sana saja tidak boleh. Ciri taubat yang diterimaTaubat nasuha adalah sebuah bentuk permohonan dari seorang manusia kepada Tuhan-Nya, dengan harapan Tuhan akan berkenan mengampuni segenap kesalahan-Nya. Sebagaimana layaknya sebuah permohonan, taubat pun dapat diterima dapat pula tidak. Bagaimanakah ciri-ciri taubat yang diterima? Menurut Imam Al-Ghazali dalam kitabnya Muqasysyafatul qulub, ada beberapa ciri yang menunjukkan taubat seseorang diterima, diantaranya : Pertama, orangnya keliahatan lebih bersih dan lebih suci dari perbuatan maksiat dan lebih biasa menahan diri. Dia seolah-olah mempunyai rem pakem yang akan membuat dirinya terhalang dari berbuat dosa. Kedua, hatinya selalu lapang dan gembira dalam keadaan sendiri maupun ramai. Hatinya sudah dihibur oleh Allah sehingga menjadi jernih dan lapang. Ketiga, dia selalu bergaul dengan orang baik dan mencari lingkungan yang baik pula. Orang yang sudah bertaubat tetapi kembali ke lingkungan yang tidak baik berarti ia belum sungguh-sungguh taubatnya, kecuali niatnya adalah untuk mengubah lingkungan itu. Mencari lingkungan yang baik adalah salah satu bagian yang akan membuat kita terpelihara. Keempat, kualitas amalnya jadi meningkat. Dia serius sekali menata amal-amalnya. Selain dia menahan diri dari perbuatan maksiat, kualitas shalatnya juga makin bagus, shaumnya istiqamah, malam-malamnya dia hidupkan dengan tahajud, sedekahnya pun terus meningkat. Kualitas amalnya bergerak ke arah yang lebih baik. Inilah gejala orang yang taubatnya diterima. Kelima, dia senantiasa menjaga lidahnya. Ia memiliki kualitas pengendalian lisan dan fikiran. Ingatannya kepada Allah semakin maksimal sehingga cinta dan kerinduannya kepada Allah semakin menggebu. Jadi kalau saat ini kita masih senang melakukan maksiat, hati terus gelisah terhadap urusan dunia, lalu tidak memilih pergaulan yang terpelihara, jarang ingat kepada Allah dan kualitas amalnya merosot, mulut kita terus bunyi walaupun tidak diperlukan bahkan sering menyakiti, itu bisa jadi taubat kita baru taubat "sambal". Artinya, kita menyesal tapi hanya sekadar penyesalan yang emosional, belum sampai takut kepada Allah. Alangkah indahnya apabila di tengah lautan dosa yang menggunung, Allah SWT berkenan menerima taubat kita. Namun seiring perjalanan hidup yang terus bergulir, kesempatan untuk berbuat doda, aib dan kesalahan terus pula terbentang di hadapan kita. Timbulnya dosa itu tidak langsung jadi tapi ada proses terjadinya. Kalau niat dan kesempatan ada maka terjadi dosa sehingga dua hal ini harus mulai kita tata. Lintasan hati untuk berbuat maksiat akan selalu ada pada siapa pun karena sudah software-nya begitu, sudah ada kecenderungannya untuk seperti itu. Al-Quran pun telah menyinggung hal ini dalam ayatnya yang penuh makna, "Maka Allah mengilhamkan kepada jiwa itu (jalan) kefasikan dan ketakwaan." (QS. Asy-Syam {91};98). Oleh karena itu, tugas kita adalah bagaimana mengendalikan kedua potensi itu agar berjalan pada rel yang benar. Di bawah ini akan dipaparkan dua kiat agar kita terhindar dari perbuatan maksiat, yaitu sebagai berikut:a. Setiap timbul lintasan untuk berbuat maksiat langsung "cut" (potong). Persis seperti syuting sinetron, ketika adegannya salah langsung di-cut. Begitu juga dengan hati kita, ketika pikiran jahat muncul langsung cut dan buang dari pikiran kita. Keterampilan ini bisa menjadi kunci penghalang kita dari dosa.b. Jangan membuat kesempatan karena kalau kesempatan sudah ada, niat ada, maka akan berjumpa dalam satu titik dosa. Maka jangan lewat suatu jalan kalau di jalan itu dapat menimbulkan suatu kemaksiatan. Kalau di kamar kita ada VCD player dan kita pernah memutar film-film maksiat, maka langsung keluarkan VCD player itu. Kalau di kamar kita ada televisi dan kita bisa seenaknya nonton, keluarkan televisi itu kalau akan jadi maksiat. Jika di setiap kamar kita ada telepon dan mempermudah sarana untuk bermaksiat, maka ada baiknya jika telepon disimpan di ruang tamu, sehingga susah menjadi jalan maksiat. Bukan berarti tidak boleh memiliki semua fasilitas itu tapi sarana apapun bisa menjadi jalan kejahatan kalau tidak hati-hati. Maka segera jauhkan semua sarana yang berpeluang membuat kita bermaksiat. Episode demi episode kejadian memang datang dan pergi silih berganti dalam belantara kehidupan ini. Tak jarang kita mengisinya dengan dosa, aib dan kesalahan, maka marilah kita lazimkan beristigfar. Karena dampaknya luar biasa dalam rangka bertaubat kepada Allah. Allah sendiri telah berpesan kepada kita dalam Kitab sucinya yang terpelihara: "...Dan hendaklah kamu meminta ampun kepada Tuhanmu dan bertaubat kepadanya. (Jika kamu mengerjakan yang demikian), niscaya Dia akan memberi kenikmatan yang baik (terus menerus) kepadamu sampai kepada waktu yang ditentukan dan Dia akan memberi kepada tiap-tiap orang yang mempunyai keutamaan(balasan) keutamaannya..." (QS. Huud {11}:3). Marilah kita sambut pesan dari Allah, Zat yang Maha Penyayang diantara Para Penyayang itu dengan sambutan penuh kerinduan. Wallalu 'alam.

1 komentar:

Syamsul Alam mengatakan...

Iya yah... selama ini saya memang kurang rindu dengan-Nya.... Jadi menyesal sendiri rasanya.... Cukup menggugah mas, tapi kurang banyak jedanya.... jadi capek bacanya....:P